Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai telah membahayakan negara, terkait dengan lambannya penyusunan kabinet. Karena bila hal ekstrem menimpa presiden dan wakil presiden, maka tidak ada yang bisa menjalankan pemerintahan.
"Kalau presiden dan wakil presiden ditembak mati, ini misalnya, dan saya tidak berdoa seperti itu, maka negara ini bisa kacau karena tidak ada menteri yang menggantikan. Dalam UUD, jika presiden dan wakil presiden tidak ada secara bersamaan akan digantikan oleh menteri," kata Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Kamis (23/10/14).
"Semua menteri berhenti sejak 20 Oktober 2014, tidak bisa yang ambil kebijakan sampai ada serah terima jabatan (menteri) karena Sekjen hanya bisa menangani operasional saja," imbuhnya.
Mantan Menteri Kehakiman itu juga mengkomentari upaya Presiden Jokowi mengirim surat ke DPR untuk meminta pertimbangan, terkait dengan rencana pergantian dan penambahan kementrian. "Itu buang- buang waktu saja. Karena penyusunan kabinet kewenangan presiden," tegas Yusril.
Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak mengatur hal tersebut. Sebaiknya, surat dikirimkan ke DPR setelah pembentukan kabinet sudah berjalan agar pemerintahan segera berjalan.
Adanya surat itu justru akan memperpanjang kevakuman pemerintahan, karena harus menunggu waktu tujuh hari jawaban DPR untuk melantik menteri yang dipilihnya. Pertimbangan DPR diperlukan agar terjadi sinkronisasi kerja antarmenteri dan alat kelengkapan DPR.
"Jadi misalnya, ada komisi yang membidangi pendidikan budaya, kalau dibentuk kementerian baru harus ada tempatnya, itu aja sebenarnya, tidak ada tujuan lain," pungkas Yusril.
Heroe Soelistyanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar