Minggu, 08 Desember 2013

Walikota Padang Dilaporkan ke Polisi

Padang.MEDIA INDEPEDEN NASIONAL ONLINE


Mahasiswa melaporkan Walikota Padang Fauzi Bahar ke Mapolresta Padang. Fauzi Bahar diduga telah menyalahi aturan atau penerbitan izin bangunan tidak sesuai dengan tata ruang.

Laporan tersebut dibuat salah seorang mahasiswa di Kota Padang yakni Edo Andrefson dan diterima diterima oleh anggota Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Padang dengan nomor LP/2050/K/XII/2013/SPKT Unit 1, Jumat (6/12) sekitar pukul 14.00 WIB.

Sebelumnya, mahasiswa ini terlebih dahulu melapor ke Polda Sumbar terkait kasus penerbitan izin bangunan tidak sesuai dengan tata ruang di kawasan Khatib Sulaiman, Padang. Namun, petugas di Polda mengarahkan ke Mapolresta Padang, karena letak lokasinya di areal wilayah hukum Polresta Padang.

Edo mengatakan kepada Haluan, sebelum membuat laporan tersebut ketika dia bersama dua rekannya yang menemani ke Mapolresta Padang yakni Hidayatul Rahman dan Zakaria membaca Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan dalam pasal 61 mengenai pemanfaatan ruang bahwa setiap orang wajib mentaati rencana tata ruang yang ditetapkan.

Selain itu, juga melihat Peraturan Daerah (Perda) No. 4 tahun 2012 tentang RTRW, dalam pasal 69 ayat 2, ternyata izin bangunan yang diterbitkan oleh Walikota Padang untuk Bangunan Lippo Group ternyata menyalahi pasal 70 ayat 2 dan 3, tentang pusat perkantoran provinsi dikembangkan pada lokasi di koridor Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Khatib Sulaiman.

Diceritakan Edo, beranjak dari fenomena isu yang terjadi terhadap izin pembangunan tata ruang yang diterbitkan oleh Walikota Padang, bahwa dalam kajian kawan-kawan dan dia (pelapor) melihat adanya pelanggaran tindak pidana yang dilakukan oleh Walikota Padang.

Hal tersebut berunjuk dari Undang-undang No. 26 tahun 2007, pasal 61 yang mengatakan bahwa pembangunan tata ruang itu harus tunduk dengan tata ruang yang ada, dan berkaca pada Perda No. 4 tahun 2012 tentang RTRW Kota Padang tahun 2010 hingga tahun 2030, yang menyatakan bahwa pada pasal 70 ayat 2 dan 3 bahwa koridor Jalan Khatib Sulaiman tersebut adalah kawasan pusat pembangunan pemerintahan provinsi, kota, kecamatan, dan kelurahan.

Sebab, dalam Perda No 4 tahun 2012 itu hanya dua jalan yang secara khusus disebutkan adalah Jalan Khatib Sulaiman dan Sudirman. Maka beranjak dari UU itu, ada terjadi tindak pidana menyalahgunakan kewenangan dari Walikota Padang yang menerbitkan izin pembangunan tersebut.

“Memang pada saat kita melihat IMB dan penguatan ruang tersebut keluar pada bulan Januari 2013, dan untuk izin bangunan keluar pada bulan Mei 2013,” katanya.

Sehingga dalam arti kata, pada prinsipnya hukum tidak berlaku surut. Setelah perda tahun 2012 berlaku, apabila ada izin pembangunan ruang pada tahun 2013 ini berarti Walikota Padang sudah melabrak peraturan tersebut.

“Kami telah melakukan kajian dengan kawan-kawan dan telah konsultasi dengan PBHI Sumbar mengenai mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin tata ruang. Walaupun dalam ayat 1 itu di kawasan Padang Utara dalam pemahanan Walikota Padang sebagai tempat jasa perdagangan. Namun, dalam berkaca dengan UU dan perda yang ada, kalau walikota menafsirkan itu sebagai jasa terserah mereka, tapi kami tetap berpijak dengan UU bahwa tempat tersebut adalah pusat pemerintahan,” jelasnya.

Kemudian dengan adanya keberadaan Lippo dengan pembangunan rumah sakit, mal, dan sekolah rasanya keberadaan Lippo secara fisik masih bisa dioptimalisasikan keberadaan pembangunan mal, sekolah, dan hotel yang ada tanpa harus mengada-adakan sebuah pembangunan yang berada pada posisi tidak tata ruang yang seperti itu.

“Kalau mungkin dia (walikota) mendirikan di luar konteks itu, mungkin labrakan aturan tidak ada. Tetapi karena dia membangun pada kawasan Khatib Sulaiman ada aturan yang dilabrak, maka itu sudah masuk ke ranah pidana. Sebab, saya hanya mengacu dengan tindak pidana,” jelasnya.

Dalam hal ini, tindak pidananya pada pasal 73 dalam UU No. 26 tahun 2007 itu mengatakan, walikota telah memakai kewenangannya untuk menerbitkan izin yang tak sesuai dengan pemanfaatan tata ruang yang ada, maka dengan ancaman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta. Kemudian pada ayat II lebih luar biasa, kalau itu walikota yakni pejabat yang memberikan kewenangan, maka bisa diturunkan secara tidak hormat.

Dalam UU No. 26 tahun 2007 sudah jelas diatur, dalam pelanggaran itu ada tiga sanksinya yang akan kena yakni perseorangan, pejabat yang memberikan kewenangan, dan korporasi (Perusahaan,red). “Jadi kalau seadainya ini jatuh pidananya terhadap walikota, secara tidak langsung akan kena dengan PT. Surya Persada Lestari yang meminta rekomendasi penerbitan izin ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Kanit I SPKT Polresta Padang Ipda Amin Nurasyid mengakui bahwa ada laporan masuk mengenai penerbitan izin bangunan tidak sesuai dengan tata ruang yang dilaporkan oleh mahasiswa, dan terlapornya Walikota Padang.

“Kini kasus tersebut telah kami limpahkan ke Unit Reskrim Polresta Padang untuk ditindaklanjutinya,” jelasnya.

Abdul kadir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar