Kerja sama antara Kementerian Agama RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata tidak serta merta diterima forum Kantor Urusan Agama (KUA) Kalimantan Timur.
Pasalnya, dalam kesepakatan Kemenag dan KPK itu dinyatakan semua penghulu tidak boleh menerima amplop berisi uang jasa dari pasangan yang menikah. Karena tidak menerima keputusan itu, Forum KUA Kaltim dikabarkan berencana mundur beramai-ramai.
Apalagi, para anggota Forum KUA mengatakan uang jasa itu hanyalah untuk menambah penghasilan para penghulu yang tidak memiliki pendapatan lebih.
Kakanwil Kemenag Kaltim, HM Kusasih, mengatakan Kaltim tersandung persoalan keterbatasan penghulu berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bahkan, kota Samarinda hanya memiliki empat orang penghulu berstatus PNS.
Guna melayani pencatatan nikah yang begitu tinggi, akhirnya KUA menggunakan jasa Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) dari masyarakat sipil. Masalahnya, setiap KUA memiliki anggaran terbatas untuk memberi honor P3N.
Itulah persoalannya. Padahal, angka pernikahan di Samarinda tergolong tinggi, yaitu mencapai 500 pernikahan setiap bulannya, atau sekitar 6.500 pernikahan dalam setahun, kata Kusasih, Jumat (20/12/2013).
Saat ini, lanjut Kusasih, pihaknya masih mencari cara untuk memecahkan persoalan tersebut. Kusasih mengatakan dalam waktu dekat, Dirjen Bimas Islam, akan menerbitkan kebijakan sebagai solusi masalah ini. "Dalam waktu dekat akan ada kebijakan dari Dirjen Bimas Islam terkait masalah ini. Kita tunggu saja, jelasnya.
Untuk itu, Kusasih meminta seluruh petugas KUA di Kaltim tetap menjalankan tugas mereka melayani masyarakat. Kusasih menegaskan pada dasarnya dia mendukung kerja sama Kemenag dan KPK, asal dibarengi dengan solusi.
Kami mendukung MoU itu demi kebaikan bersama. Masalah lainnya akan kita carikan solusinya dalam waktu dekat. Kami minta KUA tetap melaksanakan tupoksinya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, imbuhnya.
Di tempat berbeda, Kepala Kemenag Samarinda, Abdul Muis mengungkapkan, pihaknya telah merespon MoU tersebut dengan meminta Kantor Urusan Agama (KUA) di seluruh Kecamatan di Samarinda, melarang penghulu menerima uang tips dari jasanya mencatatkan pernikahan warga.
"Memang hal seperti itu tidak dibenarkan. KUA juga sudah kita minta agar tidak melakukan hal itu," tegas Muis.
Abdul Muis juga menjelaskan, seorang anggota P3N mendapat upah Rp 25.000 untuk setiap pencatatan pernikahan, sedangkan tiap KUA di Samarinda hanya memiliki dana operasional sebesar Rp24 juta pertahun atau Rp2 juta sebulan.
Abdul Muis juga menjelaskan, seorang anggota P3N mendapat upah Rp 25.000 untuk setiap pencatatan pernikahan, sedangkan tiap KUA di Samarinda hanya memiliki dana operasional sebesar Rp24 juta pertahun atau Rp2 juta sebulan.
Dana operasional tersebut kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah angka pernikahan. Semoga segera ada penyelesaian terkait persoalan tersebut.
Heroe Soelistyanto
Sumber: Kompas.com dan sumber lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar