Rabu, 05 November 2014

Jaksa Agung Baru Harus Mampu Berpartner Dengan KPK

Jakarta.MEDIA INDEPENDEN NASIONAL ONLINE


Presiden Joko Widodo diminta memilih jaksa agung yang mampu menjadi partner sepadan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pemberantasan korupsi. Keberadaan jaksa agung sebagai partner KPK akan menghapus rivalitas antara KPK dan Kejaksaan-Kepolisian.
Ahli hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan hal itu di Jakarta, Senin (3/11). Menurut dia, rivalitas KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan adalah problem aktual penegakan hukum nasional saat ini.
Ia mencontohkan, ketika KPK menyidik perkara pengadaan alat simulator SIM dengan tersangka Djoko Susilo, ada perlawanan dari Kepolisian. ”Demikian pula saat KPK menangkap jaksa Urip Tri Gunawan, ada perlawanan dari Kejaksaan,” kata Refly.
Refly berpendapat, ada semangat korps yang terkadang salah penempatan. ”Seharusnya bisa membedakan kesalahan individu dan ancaman terhadap konstitusi,” ujarnya. Ia mengingatkan, rivalitas sesama lembaga penegak hukum jangan menghilangkan salah satu esensi persoalan, yakni penegakan hukum di kalangan aparat hukum.
Presiden juga diminta memilih jaksa agung yang berintegritas dan berkomitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi, baik di luar lembaga Kejaksaan maupun ke dalam (internal Kejaksaan). Publik tak akan mempersoalkan jika jaksa agung berasal kalangan internal sejauh yang bersangkutan tidak menunjukkan semangat korps berlebihan sehingga tak kuasa memberantas oknum-oknum jaksa bermasalah.
Meski demikian, lanjut Refly, Jokowi diminta memilih orang dalam yang pernah berkarya di luar Kejaksaan. Sosok in-between dinilai pas karena bisa berkomunikasi baik di internal kejaksaan dan memiliki hubungan baik dan luas di luar Kejaksaan.
Tak akan buru-buru
Di Gedung Setneg, Senin (3/11), Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto mengungkapkan, Presiden tidak akan terburu-buru menetapkan calon jaksa agung pengganti Basrief Arief. Sebab, Presiden ingin benar-benar mencari jaksa agung yang diinginkan masyarakat.
”Tentu, aspirasi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya terhadap calon jaksa agung akan didengar oleh Presiden. Presiden juga ingin jaksa agung dan wakil jaksa agung yang kombinasi dari internal dan eksternal, tetapi yang profesional. Jadi, Presiden tidak ingin terburu-buru menentukannya,” kata Andi.
Presiden kini tengah menyeleksi sejumlah nama yang bakal menduduki jabatan jaksa agung dan wakil jaksa agung. ”Proses (seleksi) sedang berlangsung dengan memperhatikan saran-saran dari kementerian terkait dan mendengarkan suara yang muncul dari masyarakat, terutama pegiat hukum,” ujarnya.
Andi tak memerinci apakah jaksa agung berasal dari eksternal atau sebaliknya. Namun, ia memastikan kalangan eksternal itu berasal dari profesional hukum yang kredibilitasnya teruji.
Menurut Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, calon jaksa agung masih diproses Presiden. Sejauh ini masih ada beberapa nama yang dibahas Presiden dengan hati-hati. ”Presiden tak ingin nama yang ditetapkan lalu harus diganti sebelum lima tahun pemerintahan. Jadi, benar-benar direnungkan,” ujarnya.
Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan, lebih baik calon jaksa agung berasal dari eksternal Kejaksaan Agung. Dengan demikian, Kejaksaan Agung dapat diharapkan mereformasi diri lebih cepat dan mendorong lebih tegaknya hukum di Indonesia.
”Ada masalah juga jika jaksa agung dari internal Kejaksaan karena selama ini terlihat (tokoh internal) kurang visi dan komitmen dalam pemberantasan korupsi. LBH Jakarta juga menolak keras calon jaksa agung yang berasal dari partai politik,” ujar Febi.
Sementara itu, Deputy Program Center for Detention Studies Gatot Goei juga menginginkan calon jaksa agung tidak berasal dari partai politik. ”Jangan sampai ada balas dendam dari partai A ke partai B,” katanya.
”Dengan kondisi seperti ini, saya khawatir jaksa agung dari partai politik hanya akan menjadi alat dari partai politik atau koalisi,” kata Gatot.

Asanudin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar