Banyak kalangan menilai, penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) belum efektif mencegah atau memberantas korupsi. Sebab, tidak ada sanksi pidana yang berat bagi pejabat negara yang tak melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, malah ada kecenderungan penyerahan laporan itu hanya dianggap menjadi kegiatan seremoni dan formalitas belaka oleh para pejabat. “Itu sebabnya, banyak pejabat yang cenderung meremehkan LHKPN,” katanya.
Bambang mengatakan bahwa sebenarnya ada dua hal yang dapat meningkatkan efektivitas fungsi pelaporan LHKPN dalam pemberantasan korupsi. Pertama, perlu disertai mekanisme pemeriksaan jika ada yang mencurigakan. Kedua, pihak yang dengan sengaja menyembunyikan asal usul dan tak memberi informasi utuh tentang kekayaannya dapat diberikan sanksi tegas. “Sayangnya, dua hal itu belum secara tegas termuat dalam ketentuan perundangan,” katanya.
Keadaan ini, kata Bambang, berkaitan dengan belum diterapkannya ketentuan tentang illicit enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak wajar. “Bagi pejabat yang harta kekayaannya melesat dengan tidak wajar, bisa diusut. Ini yang kemudian bisa menguatkan peran LHKPN dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Bambang berandai-andai, kalau ketentuan ini bisa diwujudkan, peran masyarakat akan meningkat dalam pemantauan kekayaan pejabat. “Di Tiongkok, ada masyarakat yang mengunggah foto seorang pejabat yang menggunakan arloji mahal. Setelah diusut, kemudian ia dipecat karena tidak sesuai dengan profil kekayaannya dan terlibat korupsi,” kisah Bambang.
Asanudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar