Sabtu, 02 November 2013

UMP Sumbar Rp 1,49 Juta

Padang. MEDIA INDEPENDEN NASIONAL ONLINE



Di tengah hiruk-pikuk mewarni proses pe­netapan upah minimum pro­vinsi (UMP) di sejumlah pro­vinsi, ternyata diam-diam Pem­prov Sumbar sudah me­netapkan kenaikan UMP 2014. Ke­putusan sudah dituangkan da­lam surat keputusan (SK) gu­bernur tertanggal 29 Ok­to­ber lalu itu, menetapkan UMP Sumbar 2014 sebesar Rp 1,49 juta atau naik sebesar 10,37 persen dari UMP 2013 (Rp 1,35 juta, red).  

Kepastian itu diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar, Syofyan, kepadaPadang Ekspres di kantornya, kemarin (1/11). Jika dibandingkan UMP 2013, persentase kenaikan UMP tahun ini lebih rendah. Tahun 2013 ini, kenaikannya mencapai 17,39 persen. Serikat kerja dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), tak mempermasalahkan persentase kenaikan tersebut. “Hari ini, pertama kali mempublikasikannya,” sebutnya.

Syofyan mengatakan bahwa upah berperan srategis,  karena salah satu bagian dari unsur kesejahteraan di samping jaminan sosial, fasilitas dan pemberian bantuan lainnya kepada pekerja/buruh. Kebijakan penetapan UMP ini, juga bagian dari upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, serta  melindungi agar upah tidak merosot.

Salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, menurut Syofyan, pemerintah mengubah Permenakertrans No. 17/Men/VIII/2005 dengan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak. Melalui perubahan ini,  terjadi penambahan komponen dari 46 menjadi 60 komponen. Di mana, salah satu pertimbangan penetapan UMP, adalah hasil survei kebutuhan hidup layak terendah dari kabupaten/ kota di Sumbar.

“Untuk Oktober 2013 ini, hasil survei kebutuhan hidup layak terendah dari kabupaten/kota di Sumbar, menempatkan Kabupaten Agam sebesar Rp 1.465. 690. Di samping itu, juga pertimbangan pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan perusahaan marginal,’’ ujarnya.

Syofyan menambahkan, Pemprov Sumbar sudah memfasilitasi usulan UMP yang diusulkan serikat pekerja sebesar 1.571.650 (16,42 persen dari UMP UMP 2013), dalam rapat pleno dewan pengupahan provinsi 28 Oktober lalu. Sedangkan unsur pengusaha mengusulkan Rp 1.458.000 (8 % dari UMP 2013), unsur akademik dan dewan pakar Rp 1.511.000 (11,93 persen dari UMP 2013). Usulan-usulan tersebut telah disampaikan melalui rekomendasi kepada gubernur sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan UMP 2014.

“Perusahaan terlanjur memberikan upah di atas UMP, dilarang menurunkan atau mengurangi upahnya. Pengaturan kenaikan upah di atas UMP, harus dimusyawarahkan oleh pengusaha melibatkan pekerja atau serikat kerja di masing-masing perusahaan,” ujarnya.

Hasil musyawarah dalam pengaturan ini, tambahnya, haruslah dibuat secara tertulis dan dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama (PKB) di perusahaan masing-masing. Tunjangan tidak tetap selama ini diberikan, selanjutnya tetap diberikan. Pekerja dalam masa percobaan, upah paling rendah tidak boleh kurang dari UMP. Upah pekerja harian lepas, tetap mengacu kepada upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kerja dengan perhitungan upah sehari sebagai berikut; Perusahaan hari kerjanya 6 hari dalam satu minggu, upah seharinya adalah upah sebulan dibagi 25, bagi perusahaan hari kerjanya 5 hari seminggu upah sehari adalah upah sebulan dibagi 21.

“Kami mengimbau pekerja tetap berusaha meningkatkan produktivitas kerja dengan ukuran profesi kerja sudah disepakati bersama antara pengusaha dan pekerja atau serikat kerja,” ujarnya

Syofyan juga mengimbau perusahaan menunaikan kewajiban membayar upah sesuai aturan, tepat waktu, dan bagi belum mampu dapat mengajukan penangguhan sesuai ketentuan berlaku. Sebab, upah minimum adalah hak normatif pekerja wajib dilaksanakan.  “Kami berharap pengusaha dapat mematuhi apa yang telah diputuskan gubernur,” ujarnya.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( KSPSI) Sumbar, Arsukman Edi mengatakan, kendati belum puas atas keputusan gubernur, namun dia tetap bersedia menerima apa telah diputuskan kepala daerah. SPSI katanya, telah mengajukan usulan penetapan UMP 2014 sebesar Rp 1,6 juta. Alasannya, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan menaikan harga BBM, dan tarif dasar listrik. Terlebih lagi, tahun 2014  pemerintah juga berencana menaikan tariff dasar listrik.

“Itu alasan kami hingga mengajukan usulan angka tersebut. Namun, setelah dilakukan rapat pembahasan UMP dengan dewan pengupahan di dalamnya ada APINDO dan dewan pakar, dan mempertingkan faktor lainnya, SPSI merevisi usulan kenaikan UMP menjadi Rp 1, 571. 650. “Kita sudah sedikit mengalah untuk bernegosiasi,” ujarnya.

Disinggung angka penetapan UMP 2014 masih di bawah harapkan serikat pekerja? Edi tetap mengaku puas. “Kami akan menerima keputusan gubernur itu. Ya, mau bagaimana lagi. Sesuai aturan yang ada, ketika hasil pembahasan UMP deadlock, maka gubernur berhak mengambil keputusan terkait besaran penetapan UMP,” ujarnya.

Dia mengakui, penetapan UMP belum mensejahterakan seluruh pekerja di Sumbar. Pasalnya, hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dari kota dan kabupaten terendah dalam provinsi. “Ini memang belum mencerminkan kondisi riil kelayakan upah yang diterima pekerja di Sumbar,” ujarnya.

Ketua Apindo Sumbar, Muzakir Aziz juga mengaku menerima keputusan soal penetapan UMP tersebut. Kendati keputusan gubernur jauh lebih tinggi dari usulan UMP yang mereka ajukan. Disinggung pendapatnya soal upah belum memberikan kesejahteraan pada pekerja? Muzakir mengatakan, UMP hanya jaring pengaman. UMP hanya untuk pekerja dari 0 hingga 1 tahun. UMP bukan standar bagi pekerja telah bertahun-tahun di perusahaan. Jadi, menurutnya, suatu hal yang keliru jika ada pandangan UMP untuk seluruh pekerja.

Terkait perusahaan masih mengaji pekerjanya sama dengan UMP? Muzakir mengatakan, itu urusan pekerja dengan perusahaannya. “Itu kan urusan perusahaan dengan pekerjanya. Di dalam perusahaan kan ada serikat kerja, ya bicarakan itu melibatkan serikat kerja dan manajemen perusahaan di tempat mereka bekerja. Bukan malah melakukan aksi demo,” ujarnya.

Perusahaan, katanya, tak niatan menyengrasakan pekerja dengan menginginkan upah rendah. Pengusaha hanya ingin upah yang wajar yakni wajar bagi pekerja, dan wajar bagi pengusaha. Sebab, perusahaan tak bisa sendiri kalau tidak ditopang oleh pekerjaannya dan demikian pula sebaliknya.

(Abdul Kadir) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar