Indonesia krisis energi, padahal mempunyai lumbung energi yang sangat banyak. Mungkin ungkapan tersebut benar, bila melihat kondisi sebagian wilayah Sumatera yang tiap hari terjadi pemadaman listrik.
Lantas di mana lumbung energinya? Daerah Sumatera salah satu daerah yang menjadi jalur ring of fire atau cincin api. Sumatera menjadi daerah yang banyak dilalui aliran magma gunung berapi, di mana terdapat potensi energi panas bumi yang besar.
Menurut Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ardiyansyah, cadangan panas bumi di Indonesia didominasi di wilayah Sumatera dan Jawa.
"Di Sumatera (berasosiasi dengan patahan besar Semangko) yakni Pulau Weh, Tarutung, Namora I Langit, Silangkitang, Donotasik, Sibual-buali, Sumurup, Muaralaboh, Lumur Balai, Rantai Dadap, Hululais, Sungai Penuh sampai Ulubelu-Waypanas," kata Ardiansyah dalam diskusi di Kantor Pusat Pertamina seperti dikutip, Senin (4/11/2013).
Apa yang saat ini terjadi di Sumatera? Defisit pasokan listrik sebesar 200 megawatt (MW), dan untuk mengatasi krisis tersebut, PT PLN (Persero) mendatangkan mesin genset berbahan bakar minyak dari Singapura.
Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan PLN Mochammad Sofyan mengungkapkan, saat ini dari sisi sumber energi primer di PLN penggunaan bahan bakar fosil masih dominan dalam memproduksi listrik.
"Sebanyak 88% masih menggunakan bahan bakar fosil yang terdiri dari 44% batubara, 23% dari BBM, dan 21% dari gas alam. Sementara untuk pembangkit dari energi baru terbarukan seperti panas bumi, matahari, hydro dan lainnya masih 13,7%," ungkap Sofyan.
Sofyan menambahkan, untuk pembangkit listrik yang menggunakan energi baru terbarukan untuk panas bumi (geothermal) hanya 3,5%, hydro (air) sebesar 10,2%. Dirinya memperingatkan, bila tidak dari sekarang memanfaatkan potensi energi terbarukan yang dimiliki, akan sangat riskan bagi keberlangsungan pasokan energi penduduk Indonesia di masa akan datang.
"Apakah kita akan tergantung pada energi fosil terus? Sementara kita punya banyak energi terbarukan yang bisa dibilang tidak akan habis. Minyak itu akan habis pada 2025. Saya mengkhawatirkan rakyat Indonesia akan kaget," katanya.
Maksud Sofyan, rakyat Indonesia akan kaget karena harga listrik akan semakin mahal, di Filipina harga listrik tertinggi kedua di ASEAN, karena mereka tidak punya minyak, mereka mengandalkan panas bumi.
"Di Filipina harga listriknya paling mahal kedua se-ASEAN yakni sekitar US$ 17 sen per Kwh, Singapura paling mahal se ASEAN karena semua energi dia impor," ucapnya.
Kepala Persiapan Lahan dan Evaluasi Panas Bumi DirektoratEnergi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Bambang Purbiyantoro mengakui, Indonesia lumbungnya energi panas bumi terutama Sumatera dan Jawa, namun tidak mudah mengembangkannya.
"Iya kita tahu dari puluhan tahun orang bilang Indonesia punya cadangan terbesar panas bumi di dunia, 40% ada di Indonesia, tapi tidak mudah mengembangkannya, segala cara kita lakukan namun karena persoalan tidak dapat izin dari Kementerian Kehutanan semuanya harus mandek," katanya saat meninjau lokasi panas bumi di Mount Apo Filipina dalam program Media Trip WWF-Indonesia Ring of Fire pekan lalu.
Bambang mengungkapkan, seperti proyek pengembangan PLTP Rajabasa di Lampung, tidak bisa dilakukan karena secara tiba-tiba status hutannya naik dari hutan lindung menjadi hutan wisata alam.
"Itu proyek PLTP Rajabasa sudah beroperasi puluhan tahun loh, kita mau mengembangkan saja tapi status hutannya dinaikkan jadi hutan wisata alam, ya nggak keluar izinnya, namanya hutan wisata alam ya nggak boleh diapa-apain, belum lagi di Bedugul Bali suku setempat sudah beri izin saya datang langsung ada tanda tangan persetujuannya, tapi toh lagi-lagi izinnya tidak keluar dari Kementerian Kehutanan," ungkap Bambang.
Bambang mengakui, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, kegiatan panas bumi memang dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan. Sementara di Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan kegiatan pertambangan hanya boleh dilakukan di hutan yang status hutannya adalah hutan lindung dan hutan produksi.
"Ya kalau sudah aturan hukum sudah bilang begitu, berbagai cara yang kami lakukan tidak ada hasilnya, walaupun kita kasih ribuan insentif ke investor kalau aturannya melarang ya bagaimana. Jalan satu-satunya ya ubah atau revisi aturan hukumnya, namanya juga buatan manusia apalagi tujuannya untuk kepentingan bangsa ini. Tapi merevisi aturan undang-undang nggak mudah, perlu waktu hingga sampai saat ini masih digodok di DPR," jelasnya.
Ring of Fire Coordinator WWF-Indonesia, Indra Sari Wardhani mengungkapkan, 40% potensi panas bumi di Indonesia atau 29.000 MW belum termanfaatkan secara optimal.
"Baru 1,3 GW pada 2012 yang dimanfaatkan untuk kelistrikan, ini masih minim, kita harus bekerja keras bagaimana anugerah panas bumi ini bisa kita manfaatkan optimal, karena walau berada sebagian besar di kawasan hutan. Namun proyek panas bumi masih bersahabat dengan hutan, satwanya bisa hidup berdampingan bahkan justru dapat meningkatkan nilai konservasi dan keanekaragaman hayati," ujar Indra.
"Pengembangan panas bumi yang berkelanjutan dapat membantu pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal, percepatan pembangunan ekonomi rendah karbon. Ingat, bumi kita semakin panas yang diakibatkan dampak perubahan iklim dan kenaikan suhu global, kebutuhan energi terus tumbuh rata-rata 5% per tahun dimana 95% dipenuhi dari energi fosil seperti minyak, batubara dan gas bumi, padahal panas bumi dapat memasok 10 kali produksi energi global saat ini, bersih dan rendah karbon," paparnya.
(Heroe Soelistyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar