Ketua Forum Komunikasi Personalia KBN Cakung Bambang Heryanto meminta jaminan keamanan dari pengelola dan kepolisian. Mereka tidak ingin situasi pada Kamis pekan lalu terulang ketika aktivis buruh masuk dan meminta buruh lainnya meninggalkan lokasi kerja.
Forum Komunikasi Personalia Manajemen (HRD Club) mengatakan, manajemen perusahaan mempersilakan pekerja berunjuk rasa.Namun, pihaknya meminta buruh mengajukan izin dan tidak memaksa buruh lain keluar pabrik untuk ikut unjuk rasa. ”Mayoritas pabrik tak berproduksi karena pekerja dipaksa keluar ikut demo,” ujarnya.
Akibat unjuk rasa pekan lalu, lanjut Bambang, perusahaan merugi. Dengan produksi produk garmen (seperti baju, jaket, dan celana) 8.000-12.000 potong per hari dan harga rata-rata Rp20.000 per potong, kerugian satu pabrik setidaknya Rp160 juta. Padahal, ada sekitar 70 perusahaan garmen di KBN Cakung.
”Terkait UMP (upah minimum provinsi) yang ditetapkan sebesar Rp 2,441 juta, biar pengusaha yang memutuskan untuk melaksanakan atau mengajukan penangguhan. Namun, terkait keamanan, mereka meminta jaminan,” ujarnya.
Menurut Bambang, beberapa perusahaan garmen di KBN Cakung bersiap pindah atau menutup pabrik di Jakarta karena tak mampu memenuhi UMP. Tahun ini saja tidak sedikit perusahaan yang masih membayar pekerja sebesar angka kebutuhan hidup layak (KHL) Rp1,978 juta. Mereka juga menempuh efisiensi dengan mengurangi
jumlah pekerja dan merelokasi pabrik ke luar DKI Jakarta.
Menurut Martuti (31), salah seorang buruh di KBN Cakung, beberapa temannya ditawari manajemen untuk memilih melepas status karyawan menjadi kontrak atau diputus hubungan kerja.
”Sebagian memilih jadi buruh kontrak karena pilihan lain tidak lebih baik,” ujarnya.
”Sebagian memilih jadi buruh kontrak karena pilihan lain tidak lebih baik,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT KBN Sattar Taba mengatakan, aksi buruh tak mengganggu aktivitas pabrik. Tak ada sweeping dan pabrik berproduksi secara normal. Pihaknya memberi jaminan keamanan, termasuk dengan melibatkan TNI/Polri untuk pengamanan unjuk rasa.
Kalangan buruh yang tergabung dalam Forum Buruh DKI Jakarta berunjuk rasa menolak UMP tahun 2014 sebesar Rp2,441 juta dan meminta besaran UMP Rp3,7 juta.
Massa buruh menuntut Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo merevisi UMP tahun 2014. Mereka mengancam berunjuk rasa lagi, Kamis (7/11) dan Jumat, memperjuangkan tuntutan tersebut. Namun, berbeda dengan aksi pekan lalu, massa pada unjuk rasa kali ini lebih sedikit.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional Jakarta Utara Mochamad Halili mengatakan, meski
naik sekitar 10 persen dibandingkan dengan UMP 2013 sebesar Rp2,2 juta, UMP 2014 tidak relevan dengan harga barang-barang kebutuhan. Angka itu lebih rendah daripada usulan buruh Rp3,7 juta.
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia Abdul Rosyid berpendapat, upah Rp2,441 juta tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta. Apalagi, ongkos transportasi serta harga bahan pangan, sandang, dan papan melonjak pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sekretaris Forum Buruh DKI Jakarta Mohamad Toha menilai, UMP DKI yang ditetapkan Jokowi pada 1 November 2013 tidak rasional.
”Kami menolak karena UMP ditetapkan secara sepihak,” ujar Toha.
Massa buruh juga menuntut bertemu dan berdialog dengan Jokowi. Namun, keputusan UMP sudah final. Seperti dikatakan Jokowi sebelumnya, dia telah memutuskan besaran upah buruh dan bersedia mengambil risiko dari keputusannya.
Kemarin, Jokowi tidak berada di Balaikota karena ada sejumlah agenda di luar. Demikian pula Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang kemarin siang menghadiri acara di luar Balaikota.
Merasa tidak digubris dan tidak ditemui siapapun, buruh melanjutkan aksi di depan Gedung DPRD DKI Jakarta. Dari atas podium berupa mobilbak terbuka, perwakilan buruh mendesak agar anggota DPRD DKI Jakarta menunjukkan keberpihakannya kepada buruh. Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Muhammad Rusdi mengatakan, buruh siap bernegosiasi. Buruh mengusulkan UMP dapat diturunkan hingga Rp3,2 juta. ”Namun, tuntutan awal kami tetap, yaitu Rp3,7 juta,” katanya.
Menurut dia, tuntutan buruh itu realistis dan masuk akal.
Dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina, UMP di Indonesia jauh lebih kecil.
Dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina, UMP di Indonesia jauh lebih kecil.
Unjuk rasa di depan kantor DPRD DKI Jakarta hanya berlangsung lebih kurang satu setengah jam. Tak lama kemudian, mereka membubarkan diri.
Sumber :http://megapolitan.kompas.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar