Sabtu, 16 November 2013

Telat Bahas APBD, Rakyat Dirugikan

Padang.MEDIA INDEPENDEN NASNAL ONLINE


Lambannya pembahasan RAPBD Sum­bar 2014 dimulai, mendapat perhatian Mendagri Ga­mawan Fa­uzi. Mantan Gubernur Sumbar ini mengi­ngatkan pem­prov dan DPRD tunduk pada peraturan perundang-un­da­ngan dalam menyusun RAPBD 2014, sehingga APBD bisa disahkan tepat waktu dan anggaran yang disusun benar-be­nar sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah.

”Pemerintah provinsi mesti mengintensifkan komu­ni­kasi dengan DPRD. Kedua belah pihak haruslah mendahulukan kepentingan daerah dan masyarakat dalam pembahasan anggaran ini,” ingat Gamawan ketika dihubungi Padang Ekspres, tadi malam (15/11).

Mantan Bupati Solok dua periode itu mewanti-wanti penetapan APBD 2014  agar sesuai jadwal. Jika tidak mematuhi deadline ideal sebagaimana diatur Permendagri, yakni 30 November, Kemendagri akan menegur. Sedangkan kalau penetapan melewati akhir tahun, Dana Alokasi Umum (DAU) akan ditangguhkan pencairannya oleh Kementerian Keuangan. “Kalau lewat tenggat waktunya nanti, tentu kita akan tegur daerah yang melampaui batas ideal tersebut,” ingatnya. Dia minta kedua belah pihak mempedomani peraturan dalam penyusunan APBD 2014.

Gamawan menekankan perlunya transparansi dalam pembahasan RAPBD, sehingga tak ada program-program “siluman” yang disusupi kepentingan politik tertentu jelang pemilu, dititipkan dalam program satuan kerja perangkat daerah (SKPD). “Jadi, proses pembahasan, penetapan dan dokumennya harus transparan. Publik harus diberi ruang mengakses dokumen anggaran itu sehingga bisa pula terlibat melakukan pengawasan. Semakin banyak yang mengawasi, semakin baik,” tegas Gamawan Fauzi.

Berkonsekuensi Hukum

Pengamat ekonomi dan ahli keuangan Unand Masrizal mengingatkan, jika pemprov dan DPRD tidak juga memulai pembahasan RAPBD 2014, maka yang rugi adalah masyarakat juga. “Kalau terlambat, DAU ditangguhkan pencairannya. Itu harus jadi perhatian bersama,” katanya.

Bila DAU ditangguhkan, tambahnya,  maka dana operasional bagi daerah tidak bisa dipenuhi dan belanja APBD tidak bisa dilaksanakan. “Kalau ini terjadi, program dan kegiatan daerah tidak bisa dilaksanakan. Apakah DPRD kita sebagai wakil rakyat, tega atas kondisi seperti itu?” katanya.

Dampaknya tidak saja bagi kepentingan masyarakat dan pembangunan, tapi juga akan bermuara kepada hukum. “Kalau kita tidak mengikuti aturan, siap-siaplah berhadapan dengan hukum,” paparnya. Dampak lain, masyarakat akan semakin antipati pada wakilnya di DPRD. “Ketika wakilnya tidak mengikuti aturan-aturan yang berlaku, jelas rakyat semakin tidak percaya,” imbuhnya.

Seharusnya, tambah Masrizal, DPRD provinsi menjadi rujukan bagi DPRD kabupaten/kota. “Masa DPRD kabupaten/kota sebagian besar sudah membahas RAPBD-nya, sedangkan DPRD Sumbar belum juga,” imbuhnya. Karena itu, dia mengajak Pemprov dan DPRD Sumbar segera mengakhiri polemik tersebut. “Kalau memang deadline penetapan APBD 2014 ingin dipenuhi secepatnya, akhiri polemik ini. Legislatif dan eksekutif harus duduk bersama dan mengikuti aturan yang ada,” tuturnya.

Pengamat Ekonomi UBH Syafrizal Chan juga mengajak pemprov dan DPRD segera mengakhiri polemik dengan mempercepat pembahasan RAPBD karena berkaitan dengan perekonomian dan masyarakat. “Jika terlambat, dampak ekonominya tidak baik alias negatif. APBD cerminan stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekonomi lainnya. Jika sekarang tidak bisa digunakan tepat waktu, maka fungsi APBD sebagai stimulus ekonomi tidak akan jalan, daerah dan masyarakat dirugikan,” tuturnya.

Pengamat Hukum Tata Negara Unand Yuslim juga mengimbau legislatif dan eksekutif mengakhiri polemik tersebut.  UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, jelas menegaskan kepala daerah dan DPRD mewujudkan tujuan daerah, serta melaksanakan amanat pemerintahan daerah. “Ini perlu kita pertanyakan. Jika ini tidak segera dituntaskan, maka akan timbul kolusi, nego dan segala macamnya,” tuturnya. Dia menyarankan mengakhiri polemik dan membawa masalah ini ke forum lebih luas sehingga jelas apa yang menyebabkan molornya pembahasan APBD 2014. “APBD itu pada dasarnya adalah darah rakyat. Semestinya rakyat harus dilibatkan. Selama ini masyarakat tidak dilibatkan. Ke depan, masyarakat pun harus semakin cerdas memilih wakilnya,” ingatnya.

Sumber Padang Ekspres di lingkungan Pemprov Sumbar mengungkapkan, belum dibahasnya RAPBD 2014 karena ada “hitung-hitungan” yang belum jelas antara Banggar DPRD dan TAPD. “DPRD meminta pemprov menyetujui pengalokasian anggaran sekitar Rp200 miliar. Alasannya, dana itu untuk pembangunan infrastruktur di kantong-kantong suara anggota DPRD dan bantuan hibah dan sosial untuk konstituen,” beber pejabat pemprov yang minta namanya tak ditulis itu. Pemprov menolak usulan itu, karena tak sesuai peraturan Kemendagri. Apalagi, kata dia, pembangunan infrastruktur bukan kewenangan provinsi, tapi kewenangan pemerintah kota dan kabupaten. Sedangkan bantuan hibah dan sosial harus merujuk Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial. Pemerintah daerah sejak tahun 2012 tidak bisa memberikan hibah dan bansos kepada instansi, ormas dan masyarakat seperti tahun sebelumnya, sesuai Permendagri 32/2011. Kabar permintaan dana aspirasi itu lantas dibantah Wakil Ketua DPRD Sumbar Trinda Farhan Satria. Menurut politisi PKS itu, terlambatnya pembahasan APBD Sumbar 2014 akibat beberapa faktor. Diantaranya, belum ada persamaan persepsi antara TAPD dengan DPRD, dan adanya pembahasan revisi perda pajak, seperti Perda Pajak Rokok. “Tak ada yang namanya dana aspirasi anggota DPRD,” tegasnya.

Bukan Perda Rokok
Di sisi lain, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Sumbar  Zainuddin membantah alasan keterlambatan  pembahasan dan penetapan RAPBD 2014 akibat adanya pembahasan Ranperda Pajak, seperti Ranperda Pajak Rokok. Substansi Ranperda Pajak Rokok dianggap sudah tak ada persoalan. Bahkan, dalam pekan  depan, ranperda itu sudah bisa dilakukan. “Ah, saya rasa tidak seperti itu juga kali. Dalam UU No 28 Tahun 2009  tentang Pajak dan Retribusi Daerah memang memberikan ruang bagi provinsi menambah objek pajak. Salah satunya pajak rokok. Terhitung tahun 2014, Perda Pajak Rokok itu sudah diberlakukan,” ujar Zainuddin kepada  Padang Ekspres, kemarin. Sebelumnya,  kata dia tim telah   berkonsultasi dengan Kementerian  Keuangan terkait Ranperda Pajak Rokok tersebut. Saat ini anggaran cukai rokok mencapai Rp 100 triliun di APBN.  Nah, tahun 2014 sebanyak 10  persen dari nilai cukai pajak itu akan diserahkan ke daerah. Artinya, ada potensi Rp 10 triliun cukai rokok yang akan dibagikan ke daerah.

Komposisi pembagian cukai rokok, tambahnya, telah ada standarnya yakni  jumlah penduduk masing-masing daerah dibagi jumlah penduduk secara total dikali total cukai pajak yang akan diberikan ke daerah.  Jika dikalkulasikan, Sumbar bisa mendapatkan pajak rokok senilai Rp 180 miliar. Namun dari persentase itu, sebanyak 70 persen akan dibagikan ke pemerintah kota dan kabupaten. Sedangkan 30 persen dari angka itu menjadi milik pemprov.  Jika dikalkulasikan sekitar Rp 50 miliar akan masuk ke kas pemprov. “Ini memang potensi pendapatan di tahun 2014. Namun, jika ranperdanya  tak selesai dibahas tahun ini. Maka, otomatis Sumbar tidak akan mendapatkan bagian dari pajak rokok tersebut. Karena, payung hukum  pajak rokok itu tidak ada,” ujarnya. Dia memperkirakan ketok palu Perda Rokok bisa 19 November  2013.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, ranperda APBD-P 2013 telah dievaluasi Mendagri. Proses evaluasi tersebut selesai 22 Oktober. Sedangkan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Perubahan telah selesai dibuat 4  November lalu. “Dalam waktu dekat, proses pencairan  APBD-P 2013 sudah bisa dilakukan,” tuturnya.
(Abdul Kadir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar