Eksekusi mati terhadap 6 terpidana mati di Indonesia menuai kemarahan pemerintah Brasil dan Belanda. Kemarahan itu ditunjukkan kedua negara tersebut dengan mencabut Duta Besar-nya dari Jakarta.
Presiden Brasil Dilma Rousseff marah dan kecewa terhadap pemerintah Indonesia. Di luar dugaan Rousseff, permohonan atas dasar kemanusiaan terhadap warganya, Marco Archer Cardoso Moreira, 53 tahun, untuk tidak ditembak mati telah ditolak mentah-mentah oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. (Baca: Menjelang eksekusi mati: Marco terus menangis, Asien berdandan cantik)
“Eksekusi tersebut telah mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara. Duta Besar Brasil di Jakarta sudah dipanggil pulang untuk konsultasi,” kata Dilma seperti dikutipTempo dari BBC, Sabtu (17/01/2015).
Menurut Roussef, Marco adalah warga Brasil pertama yang dieksekusi di luar negeri. Dia juga telah memperingatkan sebelumnya bahwa hukuman mati itu akan merusak hubungan diplomatis kedua negara.
Rousseff sudah mengajukan grasi pada Jumat, tapi Jokowi menolaknya. Ia mengatakan menghormati sistem peradilan dan hukum di Indonesia. Namun, sebagai seorang ibu dan kepala negara, Roussef meminta eksekusi tak dilakukan dengan alasan kemanusiaan.
Seperti diketahui, Marco ditangkap pada tahun 2003 setelah polisi di bandara Jakarta menemukan 13,4 kilogram kokain. Dalam sebuah video rekaman temannya, Marco mengaku menyesal telah menyelundupkan narkoba ke Indonesia. “Tapi saya layak diberi kesempatan. Setiap orang pernah melakukan kesalahan,” katanya.
Belanda
Seperti Brasil, Belanda juga mengutuk eksekusi mati yang dilakukan pemerintah Indonesia semalam. Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders mengatakan pemerintahnya telah menarik duta besarnya di Jakarta setelah pemerintah Indonesia mengeksekusi mati warga mereka, Ang Kiem Soei. (Baca: Kisah terpidana mati Ang Kim Soei buka pengobatan gratis di Lapas Besi Nusakambangan)
“Ini adalah hukuman kejam dan tidak manusiawi,” kata Bert Koenders seperti dikutip dariTempo dari Reuters, Sabtu (17/01/2015). “Hukuman ini tidak dapat diterima oleh martabat dan integritas kemanusiaan.”
Sebelum eksekusi, pengacara Soei mengatakan bahwa kliennya itu menghargai upaya pemerintah Belanda untuk memohon grasi kepada pemerintah Indonesia, meski gagal. Soei, kata pengacara tersebut, juga berkata akan berdiri di hadapan regu tembak tanpa penutup mata.
Brasil dan Belanda merupakan negara yang telah menghapus hukuman mati dalam hukum pidananya sejak abad 18. Brasil menghapus hukuman mati pada tahun 1889, sedangkan Belanda menghapus hukuman mati dari produk hukum kriminalnya pada 1870.
Jokowi mengatakan dirinya tak akan menunjukkan belas kasihan kepada penjahat narkoba. “Karena mereka telah merusak begitu banyak kehidupan,” kata Jokowi. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berharap eksekusi semalam bisa membuat kapok pengedar narkoba. “Mudah-mudahan ini akan memiliki efek jera,” katanya.
Terkait dengan pencabutan Dubes tersebut, Pemerintah Indonesia menilai sikap itu adalah wajar. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menghormati setiap langkah yang dilakukan negara sahabat.
“Itu hal biasa dan hak pemerintah di sana untuk menarik dubesnya. Kami menghormati hal itu,” ujar Jubir Kemlu Arrmanatha Nasir, saat dihubungi, Minggu (18/01/2015).
Armanatha sebagaimana dikutip DetikNews mengatakan, Indonesia tetap akan meningkatkan hubungan bilateral antara RI dan Belanda dan Brasil. Tetapi, sejauh ini Kemlu belum mendapatkan berita resmi dari kedua negara tersebut terkait penarikan dubesnya.
“Kita belum dapat berita resminya, tapi kita menganggap penarikan untuk konsultasi itu hal biasa,” ujarnya.
Abdul Kadir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar