Hari ini, Senin (11/4/2017), sekitar pukul 10.10 WIB anggota Polres
Banyumas Jawa Tengah hendak dibunuh di halaman Mapolres Banyumas.
Korban tiga orang anggota kepolisian yakni Aiptu Ata Suparta, Bripka Irfan, dan Bripka Karsono. Adapun kronologis kejadian diawali saat seorang pelaku yang masuk ke
dalam Mapolres Banyumas dengan menggunakan sepeda motor Honda Beat warna
Hitam nomor polisi R 3920 SV dan langsung menabrakkan diri. Kejadian itu mengenai korban seorang polisi.
Sumber di kepolisian menceritakan bahwa setelah melihat kejadian itu,
rekan polisi lainnya mencoba menolong namun pelaku langsung berdiri dan
mengeluarkan parang dari belakang baju atau pinggang dan langsung
membacok polisi lainnya yang hendak membantu sehingga mengenai bagian
lengan kanan dan punggung. Atas kejadian tersebut rekan polisi yang berada di dekat pelaku dan
korban mencoba untuk menolong namun pelaku lari menuju ke arah selatan
(depan tiang bendera / lobby Polres Banyumas) sehingga polisi mencoba
mengejar dan setelah terkejar pelaku menebas si polisi dengan parang di
lengan. Melihat kondisi tersebut , sejumlah polisi lainnya mencoba menangkap pelaku dan akhirnya pelaku dapat ditangkap dan diamankan. Saat ini korban dan pelaku sedang dibawa ke Dokkes Polres Banyumas untuk proses pengobatan. Selanjutnya saat ini juga masih dilakukan proses sterilisasi baik
sepeda motor yang digunakan pelaku serta area Mapolres Banyumas sebagai
antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Saat ini Polres Banyumas telah meningkatkan pengamanan menjadi Siaga 1. Adapun pelaku Mohammad Ibnu Dar diidentitikasi berasal dari esa
Karangaren Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga serta enggunakan
baju dan celana warna hitam serta menggunakan sleyer warna hitam yang
diduga berlambang ISIS.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Djarod Padakova membenarkan kejadian teror itu. "Pelaku sudah ditangkap," kata dia dikutip dari Tribun Jateng.
Penyerangan air keras menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan. Peristiwa terjadi saat Novel seorang diri sepulang salat subuh di
Masjid Al Ihsan dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa
(11/4/2017) pagi. Padahal, saat ini Novel merupakan Kepala Satgas penyidikan kasus
megakorupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) bernilai Rp 5,9 triliun yang
diduga melibatkan sejumlah pejabat di DPR, pemerintah, dan swasta. Menurut penuturan beberapa warga, pemandangan ini berbeda saat Novel
ramai diberitakan menjadi Kasatgas penyidikan kasus korupsi proyek
Simulator SIM Korlantas Polri pada 2012 lalu. Saat itu, aktivitas Novel, termasuk di sekitar rumah, selama tiga bulan dikawal khusus prajurit TNI Angkatan Laut. "Enggak seperti dulu. Dulu kan dijagain anggota Marinir. Ini enggak
dijagain sama sekali. Dulu kalau Pak Novelnya di rumah bisa dua sampai
empat orang Marinir," kata Ketua RT tempat tinggal Novel, Wisnu Broto,
di lokasi kejadian. Wisnu masih ingat betul, mobil angggota Marinir kerap diparkir di depan rumah Novel sepulang dari kantor KPK. Mereka dilengkapi senjata api laras panjang.
Tidak hanya pengawalan fisik saat berangkat dan pulang dari kantor
KPK, anggota Marinir tersebut juga ikut menjaga keluarga Novel di dalam
rumah. Bahkan, anggota Marinir tersebut ikut mengawal saat Novel melaksanakan Salat Subuh di Masjid Al Ihsan. "Marinirnya masuk ke dalam (rumah), jagain keluarga. Kalau salat Subuh dikawal sama Marinir," ujarnya.
Diketahui, KPK melakukan koordinasi dengan TNI saat kantornya
dikepung personel kepolisian Polda Metro Jaya dan Polda Bengkulu pada
Oktober 2012 lalu. Saat itu, petugas kepolisian hendak menangkap Novel Baswedan atas
sangkaan penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya tersangka pencuri
sarang burung walet saat menjadi Kasat Reskrim di Bengkulu pada 2004
silam. Selain aktivis dan warga masyarakat, puluhan personel TNI, termasuk
pasukan elite antiteror TNI Angkatan Laut, Detasemen Jala Mangkara, ikut
mendatangi Gedung KPK untuk membantu melakukan penjagaan. Adik Novel Baswedan yang bertugas di TNI AL, Hafidz Baswedan, juga tampak di antara pasukan TNI tersebut. Peristiwa tersebut terjadi setelah Novel Baswedan dan tim penyidiknya
menggeledah kantor Korlantas Polri dan memeriksa Kakorlantas Polri saat
itu, Djoko Susilo, terkait korupsi pengadaan proyek Simulator SIM.
Senin (10/4/2017) pagi, aktris Renita Sukardi sempat memberitahu dirinya lapar dan meminta makan kepada sang suami, Hilmi.
Sayangnya, permintaan itu tak sempat terpenuhi lantaran tak lama setelahnya Renita Sukardi tak sadarkan diri hingga akhirnya menemui ajal. "Permintaan terakhir dia (Renita) tadi pagi, sekitar pukul 6.30 WIB, dia bilang, 'Ayah, aku lapar.' Nah, nggak lama, kok, nggak sampai semenit saya keluar, kasih tahu suster, 'Sus, pasien minta makan, ya,'
pas masuk, dia tidak sadar lagi, koma," ujar Hilmi ketika ditemui di
rumah duka di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Senin (10/4/2017). Mendiang Renita Sukardi memang sempat beberapa kali berada dalam kondisi tak sadarkan diri sebelum pada akhirnya meninggal dunia, Senin (10/4/2017). Pada Minggu (9/4/2017) malam, Renita Sukardi sempat mengalami koma. Kemudian, ia sempat kembali sadar. Pada Senin (10/4/2017) subuh, Renita Sukardi kembali tak sadarkan diri. Dengan bantuan alat kejut, Renita Sukardi sempat sadar. Namun, nasib berkata lain. Sebelum meninggal pada pukul 08.19 WIB, Renita Sukardi kembali tak sadarkan diri. "Meninggal pukul 08.19 WIB setelah dua kali mengalami koma. Sempat
bangun, terus tadi pagi pukul lima subuh, hilang lagi. Kasih alat kejut,
ada (sadar) lagi. Akhirnya, pukul tujuh tidak sadar sampai akhirnya meninggal," tutur Hilmi. Jenazah Renita Sukardi
hingga kini masih disemayamkan di kediamannya sebelum nantinya akan
dimakamkan berdampingan dengan jenazah sang ibunda di TPU Menteng Pulo,
Jakarta Selatan, setelah asar, hari ini, Senin (10/4/2017). Sementara itu, seperti yang telah diberitakan, Renita Sukardi mengembuskan napas terakhirnya hari ini, Senin (10/4/2017), pukul 08.19 WIB, setelah berjuang melawan penyakit kanker payudara yang bersarang di tubuhnya selama tiga tahun belakangan.
Ajun Inspektur polisi satu Sunaryanto membaca selawat sebanyak tiga
kali sebelum dirinya menembak pelaku penodongan terhadap ibu dan seorang
bayi berumur satu tahun.
Sunaryanto mengambil inisiatif untuk menyelamatkan, Risma Oktaviani
(25) dan anaknya DI (1). Saat itu, Risma dan DI tengah ditodong
menggunakan senjata tajam oleh seorang perampok, Hermawan (28). Sunaryanto yang tengah piket malam itu, dikejutkan dengan seorang
perempuan yang meminta tolong. Perempuan itu, berada di sekitar lokasi
penodongan, dalam angkutan umum jurusan Rawamangun-Pulogadung Minggu
(9/4/2017), sekitar pukul 19.00 WIB. Sunaryanto memarkirkan kendaraan roda dua di sekitar lokasi. Dia yang
mengenakan seragam lengkap, anggota kepolisian satuan lalu lintas itu,
mendekati tempat kejadian perkara. Suasana saat itu, cukup riuh. Warga
sudah berkerumun. Hermawan yang tengah menyandera dua korban, panik di dalam angkot.
Saat Sunaryanto mendekati pintu masuk angkot, Hermawan berteriak. Dan
melontarkan kata-kata kotor. Sunaryanto tetap tenang menghadapi suasana
yang cukup mencekam. Dia tetap mencoba untuk bernegosiasi. "Mas ada apa? saya bilang, 'bisa saya bantu? 'Diem lu polisi t*i'.
Sudah tenang saya bantu. 'Diam! gua bunuh nih'. Tenang mas tenang, saya
bantu, 'bantu apa? Kalau mau bantu, bawa angkot ini, kita jalan',"
cerita Sunaryanto, Senin (10/4/2017). Sunaryanto meminta Hermawan untuk tetap tenang. Dia masih mencoba
membujuk Hermawan untuk melepaskan Risma dan anaknya. Sementara, massa
di sekitar sudah geram melihat tingkah laku Hermawan. Sunaryanto meminta
para warga tetap tenang dan sedikit menjauh dari TKP. "Mas, tolong ibu sama anaknya dilepas, nanti kamu sama saya ke
Polsek, saya jamin kamu enggak akan diamuk massa. 'Enggak mau, saya
enggak mau, kalau kau bantu saya, bantu sekarang'. Sabar saya ini
polisi, 'iya kalau bisa sekarang juga pak'," sambung Sunaryanto. Negosiasi berlangsung alot. Hermawan bersikeras agar Sunaryanto
membawa angkot tersebut. Tujuannya, agar Hermawan bisa terbebaskan dari
amukan massa, dan melarikan diri. Sunaryanto bernegosiasi kurang lebih
sekitar 30 menit.
"Nego setengah jam, itu anaknya kasian lho mas sampai tidur
gitu. 'Kalau bapak nembak saya, ibu ini mati sama anaknya'. Celurit
diarahkan ke anaknya, ibu itu teriak, 'tolong pak, tolong pak' iya ibu
tenang bu, saya tolong, tenang bu ya," ucap Sunaryanto.
Sunaryanto memikirkan langkah apa yang sekiranya akan diambil. Dia
mempertimbangkan, agar pelaku, kedua korban, dan warga sekitar tak
terdampak atas keputusannya. Sekiranya, bila melancarkan tembakan,
peluru tersebut tak memakan korban. Pasalnya, di sekitar angkot itu,
warga masih berkerumun.
Posisi Hermawan berada di belakang, angkot dengan tangan kanan
memegang celurit yang diarahkan ke Risma dan anaknya. Sebelum mengambil
tindakan, Sunaryanto meminta tolong terhadap pengemudi ojek, yakni untuk
memegang ponsel genggamnya. Langkah itu, diambil sebagai bentuk
dokumentasi. Agar ada bukti peristiwa.
"Bukan apa-apa, takutnya, kalau polisi berbuat kadang orang tidak percaya. Makanya, buat bukti saya," ujar Sunaryanto.
Kemudian, Sunaryanto meminta warga sekitar agar menjauh dari posisi
angkot. Tapi, warga tetap ngotot untuk mendekati angkot. Sehingga,
Sunaryanto sempat membatalkan untuk melesakan tembakan. Sementara
Hermawan terus mendesak. Dia meminta Sunaryanto untuk segera
menyopirinya ke luar dari wilayah tersebut.
",'cepat bantu saya', tenang mas saya bantu. 'Oh enggak bisa', dia makin gelap," ujar Sunaryanto. Sunaryanto memikirkan dampak buruk sebelum menembak Hermawan.
Pertama, kalau tembak di kepala, beresiko akan mengenai Risma.
Sementara, bila tembak di arahkan ke tangan kiri, beresiko ke bayi
Risma. Dengan cermat, Sunaryanto melihat tangan kanan Hermawan yang
tengah lengah.
"Saya Lillahi Ta'Ala, selawatan tiga kali, baca bismillah, akhirnya
baru (pistol menembak tangan kanan Hermawan)," ujar Sunaryanto.
Hermawan berhasil dilumpuhkan. Dengan sigap, Sunaryanto langsung
menyergap. Dia merengsek masuk ke dalam angkot. Mengamankan senjata
tajam yang digenggam Hermawan.
Sunaryanto membopong Risma dan Anaknya ke luar Angkot. Kemudian, dia
juga mengamankan Hermawan. Sunaryanto mengamankan Hermawan agar tidak
menjadi amukan massa. Hermawan dibawa ke kantor kepolisian Buaran.